- Sistem Politik Otokrasitradisional
Ciri-ciri :
a. Tidak
persamaan & kebebasan politik
b. Ada
stratifikasi ekonomi, nilai & moral
c. Pemimpin
dijadikan sebagai lambang kebersamaan
d. Adanya
permodalan (SARA)
e. Dipilih
berdasarkan tradisi
f. Yg
menjadi penguasa dibedakan antara kaya & miskin
2. Sistem
Politik Otoriter
Sistem yg
didasarkan pada patron & khen (unsur kekerabatan) menyebabkan militer
menjadi pengayom untuk hampir semua kegiatan politik.
3. Sistem
Politik Totaliter
Ciri-ciri :
a. Tidak ada
persamaan & kebebasan politik
b. Sama rasa
& sama rasa dalam kegiatan ekonomi
c. Bersifat
sakram ideologi dianggap sebagai agama politik
d.
Kewenangannya bersifat totaliter, doktriner / paksaan
e. Partai
sebagai pengendali politik & ekonomi rakyat
4.
Sistem Politik Diktator
Dalam
menjalankan kekuasaannya seorang pemimpin berkuasa tanpa batas. Dengan ruang
lingkup yg di monopoli.
5.
Sistem Politik Demokrasi
Ciri-ciri :
a. Adanya
persamaan & kebebasan politik
b. Tidak ada
stratifikasi ekonomi
c. Bersatu
dalam perbedaan
d. Kekuasaan
relatif merata
e. Hukum
& UU (Undang-undang) yg memberi kewenangannya
f. Fleksibel
mengambil bagian secara aktif dalam politik & ekonomi
Sistem Kepartaian Dunia
Masing-masing negara mempunyai sistem politik
yang berbeda-beda, termasuk sistem kpartaian yang digunakan. Sistem kpartaian
yang ada di dunia ini terdapat tiga macam sistem yaitu :
a. Sistem satu Partai (One Party Sistem)
Suatu negara yang menerapkan sistem ini hanya
terdapat stu partai saja yang berkuasa dalam negaraitu bersifat dictator.
Fungsi partai dalam sistm kepartaian ini sebagai pembimbing dan penggerak
masyarakat serta menekan perpaduan anatara kepentingan partai dengan
kepentingan rakyat. Negara yang menerapkan sistem ini adalah beberapa negara
Afrika, Erofa Timur, RRC serta Korea Utara atau dinegara-negara komunis.
b. Sistem Dua Partai (Two Party Sistem )
Suatu negara yang menerapkan sistem ini terdapat
dua partai atau beberapa partai tetapi peranan dominan tetap pada dua partai
yaitu partai yang berkuasa ( karena menang dalam pemilu ) danpartai oposisi (
karena kalah dalam pemilu ). Dalam sistem ini partai yang kalah dalam pemilu
berperan sebagai pengecam utama terhadapa kebijakan partai yang duduk dalam
pemerintahan, sedangkan partai yang menang dalam pemilu duduk dalam
pemerintahan. Kedudukan partai yang berkuasa sewaktu-waktu dapat berpindah
tangan, didasarkan pada hasil pemilu. Sistem ini sangat cocok diterapkan di
masyarakat yang sifatnya homogin. Negara yang menerapkan sistem ini adalah
Amerika serikat, Inggris, terutama negara-negara liberal.
c. Sistem Multi Partai ( Multy Party Sistem)
Suatu ngara yang menerapkan sistem ini terdapat
banyak partai politik yang diperbolehkan hidup dan berkembang. Masing-masing
partai politik mempunyai asas yang berbeda-beda. Biasanya didalam sistem ini
susah di temukan adanya suatu partai yang memperoleh suara terbanyak, oleh
karena itu dilakukan kualisi diantara beberapa partai agar suara yang diperoleh
dapat menjadi suara terbanyak. Demikian juga dengan sistem pemerintahan yang
dibentuknya juga pemerintahan kualisi. Sistem ini biasanya diterapkan dalam
masyarakat yang bersifat majemuk (heterogin). Negara yang menerapkan sistem ini
antara lain Perancis, Belgia, Nederland, Filipina, Indonesia dll.
Pergantian Sistem Pemerintahan Indonesia: Masa Kemerdekaan Hingga Era Reformasi
Perjalanan
sejarah sistem politik dan penegakan hukum Indonesia selama 62 tahun
menunjukkan suatu bukti bahwa semata-mata konstitusi dalam wujud UUD tidak
dapat dijadikan pegangan dalam kehidupan sistem politik yang demokratis maupun
penegakan hukum.
UUD
1945 telah berlaku di empat periode kepemerintahan, masa Kemerdekaan
(1945-1959), era Demokrasi Terpimpin (1959-1966), masa Orde Baru (1966-1998)
dan era Reformasi (1998-Sekarang). Semuanya ternyata menunjukkan corak dan
karakter kepemerintahan yang berbeda satu periode dengan periode lainnya.
Di
masa kemerdekaan, meski berlaku tiga macam UUD (1945, RIS dan 1950) namun
kehidupan sistem demokrasi dapat berjalan dan hukum dapat ditegakkan. Setelah
dekrit presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 kembali berlaku dan dinyatakan penggunaan
sistem Demokrasi Terpimpin, namun yang berlaku sistem otoritarian (Hatta,
Demokrasi Kita, 1960). Buktinya, terjadi pembubaran partai politik yang tidak
sejalan dengan keinginan pemerintah (yaitu, Masyumi dan PSI), media massa yang
kritis dibredel, penangkapan dan penawanan lawan politik pemerintah tanpa
proses hukum termasuk para pendiri partai mantan-mantan Perdana Menteri,
mantan-mantan menteri, pemimpin ormas juga ulama. Sehingga hukum didominasi
penguasa tunggal di masa itu.
Masa
itu kemudian beralih kepada masa pemerintahan Orde Baru tahun 1966. Awal
permulaan masa ini membawa dan menumbuhkan harapan baru sistem demokrasi dan
penegakan hukum setelah rakyat bersama mahasiswa dan pelajar secara
bergelombang turun ke jalan menentang kesewenang-wenagan PKI. Rakyat dan
pemerintah bekerjasama menjalankan pemerintahan yang demokratis dan menegakan
hukum dengan semboyan “kembali ke UUD 1945 dengan murni dan konsekuen”.
Suasana
harmonis itu ternyata tidak berlangsung lama. Sejak dikeluarkannya UU No. 15
dan 16 Tahun 1969, tentang Pemilu dan tentang Susunan dan Kedudukan Lembaga
Negara. Dari sini mulai nampak keinginan politik elit penguasa untuk menghimpun
kekuatan dan meraih kemenganan mutlak pada pemilu yang sedianya akan
diselenggarakan pada tahun 1970 ternyata baru dapat dilaksanakan tahun 1971,
karena usaha penggalangan kekuatan lewat Golongan Karya (GOLKAR) memerlukan
waktu cukup lama. Contoh, tahun 1970 pemerintah mencoba menggalang kekuatan
mahasiswa dengan mengadakan Kongres Mahasiswa se-Indonesia di Bogor. Semula
Departemen Dalam Negeri menghendaki terbentuknya satu wadah mahasiswa Indonesia
dengan nama NUS (National Union Student) namun mayoritas mahasiswa tetap
menghendaki pemerintahan mahasiswa (Student Government) dalam wadah Dewan
Mahasiswa di masing-masing perguruan tinggi.
Pasca-Kemerdekaan
18 Agustus 1945, PPKI membentuk sebuah pemerintahan sementara dengan Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden. Piagam Jakarta yang memasukkan kata “Islam” di dalam sila pertama Pancasila, dihilangkan dari mukadimah konstitusi yang baru.
18 Agustus 1945, PPKI membentuk sebuah pemerintahan sementara dengan Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden. Piagam Jakarta yang memasukkan kata “Islam” di dalam sila pertama Pancasila, dihilangkan dari mukadimah konstitusi yang baru.
Republik
Indonesia yang baru lahir ini terdiri 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil. Pada 22
Agustus 1945, Jepang mengumumkan mereka menyerah di depan umum di Jakarta.
Jepang melucuti senjata mereka dan membubarkan PETA Dan Heiho. Banyak anggota
kelompok ini yang belum mendengar tentang kemerdekaan.
23
Agustus 1945 Soekarno mengirimkan pesan radio pertama ke seluruh negeri. Badan
Keamanan Rakyat, angkatan bersenjata Indonesia yang pertama mulai dibentuk dari
bekas anggota PETA dan Heiho. Beberapa hari sebelumnya, beberapa batalion PETA
telah diberitahu untuk membubarkan diri. Pada 29 Agustus 1945 Rancangan
konstitusi bentukan PPKI yang telah diumumkan pada 18 Agustus 1945, ditetapkan
sebagai UUD 45. Soekarno dan Hatta secara resmi diangkat menjadi Presiden dan
Wakil Presiden. PPKI kemudian berubah nama menjadi KNIP (Komite Nasional
Indonesia Pusat). KNIP ini adalah lembaga sementara yang bertugas sampai pemilu
dilaksanakan. Pemerintahan Republik Indonesia yang baru, Kabinet Presidensial,
mulai bertugas pada 31 Agustus.
Sistem
Pemerintahan Tahun 1950-1959 (Pemerintahan Parlemen)
Pada
tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidentil menjadi
parlemen. Dimana dalam sistem pemerintahan presidentil, presien memiki fungsi
ganda, yaitu sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan
legislatif. Era 1950-1959 ialah era dimana presiden Soekarno memerintah
menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950,
dimana periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
Sebelum
Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo
besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian
antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur,
dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan
pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak
17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet
parlementer.
Dewan
Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat
UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi
baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin
pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.
Akhirnya,
Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante. Pada
masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang
tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.
* 1950-1951 –
Kabinet Natsir
* 1951-1952 – Kabinet Sukiman-Suwirjo
* 1952-1953 – Kabinet Wilopo
* 1953-1955 – Kabinet Ali Sastroamidjojo I
* 1955-1956 – Kabinet Burhanuddin Harahap
* 1956-1957 – Kabinet Ali Sastroamidjojo II
* 1957-1959 – Kabinet Djuanda
* 1951-1952 – Kabinet Sukiman-Suwirjo
* 1952-1953 – Kabinet Wilopo
* 1953-1955 – Kabinet Ali Sastroamidjojo I
* 1955-1956 – Kabinet Burhanuddin Harahap
* 1956-1957 – Kabinet Ali Sastroamidjojo II
* 1957-1959 – Kabinet Djuanda
Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan
digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin.
Isi dari Dekrit Presiden tersebut ialah:
1.
Pembentukan MPRS dan DPAS
2. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembubaran Konstituante
2. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembubaran Konstituante
Sistem
Pemerintahan Tahun 1959-1968 (Demokrasi Terpimpin)
Demokrasi
terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh
keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Pada bulan 5 Juli
1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawah
Dekrit Presiden. Soekarno juga membubarkan Dewan Konstituante yang ditugasi
untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan
diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan “Kembali ke
UUD’ 45″. Soekarno memperkuat tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para
jendral militer ke posisi-posisi yang penting. PKI menyambut “Demokrasi
Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk
persekutuan konsepsi yaitu antara nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme
yang dinamakan NASAKOM.
Antara
tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar dalam
bentuk bantuan militer untuk jendral-jendral militer Indonesia. Menurut laporan
di “Suara Pemuda Indonesia”: Sebelum akhir tahun 1960, Amerika Serikat telah
melengkapi 43 batalyon angkatan bersenjata. Tiap tahun AS melatih
perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun 1956 dan 1959, lebih dari
200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di AS, dan ratusan perwira angkatan
rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan Internasional di
Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja, bukan untuk
mendukung Sukarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira
angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk kesatuan militer untuk
membuat Indonesia sebuah “negara bebas”. Di tahun 1962, perebutan Irian Barat
secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan PKI,
mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan penduduk adat.
Era
“Demokrasi Terpimpin”, yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum
borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan
petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.
Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan
korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Sistem Pemerintahan Tahun 1968-1998 (Orde Baru)
Orde
Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde
Baru hadir dengan semangat “koreksi total” atas penyimpangan yang dilakukan
Orde Lama Soekarno.
Orde
Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,
ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang
merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan
miskin juga semakin melebar.
Pada
27 Maret 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden Soeharto memulai “Orde
Baru” dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar
negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa
jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan
Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966
mengumumkan bahwa Indonesia bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB
dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB, dan menjadi anggota
PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia
diterima pertama kalinya.
Pada
tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru.
Pengucilan politik dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai
Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer
Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai
pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat
“dibuang” ke Pulau Buru. Sanksi non-kriminal diberlakukan dengan pengucilan
politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus
diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP
ditandai ET (eks tapol).
Orde
Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan
menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer
namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak
berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan
militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan
aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang
adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada
Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto
siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan
konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto
merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya
stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan
ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital
internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat
kestabilan politik yang tinggi.
Selama
masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber
daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar
namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan
dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Di
masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia.
Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan
“persatuan dan kesatuan bangsa”. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah
adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti
Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor
Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari
program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan
kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan
pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi
yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua
transmigran itu orang Jawa.
Sistem
Pemerintahan Tahun 1998-Sekarang (Reformasi)
Mundurnya
Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya
Orde Baru, untuk kemudian digantikan “Era Reformasi“.
Masih
adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada
masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru
masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering
disebut sebagai “Era Pasca Orde Baru”. Era Reformasi di Indonesia dimulai pada
pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei
1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie.
Krisis
finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya
ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto
saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan
berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan
Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang
kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun
meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam
maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari
jabatannya.
Jumlah Partai yang Mengikuti Pemilu 2014
Kelolosan PKPI membuat jumlah partai peserta Pemilu 2014
menjadi 12 parpol. Jumlah ini dianggap sudah ideal dan diharapkan tak
bertambah.
"Sudah ideal sesuai dengan politik hukum para pembuat UU dalam hal ini DPR dan Pemerintah yang menempatkan pemilu 2014 sebagai proses konsolidasi demokrasi, penyederhanaan jumlah parpol dalam sistem pemerintahan presidensiil," kata Ketua Komisi II DPR, Agun Gunanjar, saat berbincang, Selasa (26/3/2013).
Sejak era reformasi, penyederhanaan jumlah parpol peserta pemilu memang terus diusahakan oleh DPR dan pemerintah. Hal ini ditujukan untuk memperkuat sistem demokrasi Indonesia.
"Ya berharap ke depan jumlah partai semakin mengecil," ujar politikus Golkar ini.
Dengan jumlah peserta pemilu yang tak terlalu banyak, maka diharapkan parpol yang lolos ke parlemen, yang berarti juga jumlah fraksi, makin sedikit. Makin sedikit jumlah parpol di parlemen, maka diharapkan pemerintahan yang berjalan tak terlalu gaduh.
"Terkecuali mereka mau menerima gagasan pembatasan jumlah fraksi dengan menggabungkan parpol yang masuk ke parlemen tapi kursinya tidak memadai, untuk menjalankan fungsi-fungsi dewan, mereka menerima untuk bergabung dengan fraksi besar," tuturnya. Berikut daftar partai yang mengikuti Pemilu tahun 2014 :
"Sudah ideal sesuai dengan politik hukum para pembuat UU dalam hal ini DPR dan Pemerintah yang menempatkan pemilu 2014 sebagai proses konsolidasi demokrasi, penyederhanaan jumlah parpol dalam sistem pemerintahan presidensiil," kata Ketua Komisi II DPR, Agun Gunanjar, saat berbincang, Selasa (26/3/2013).
Sejak era reformasi, penyederhanaan jumlah parpol peserta pemilu memang terus diusahakan oleh DPR dan pemerintah. Hal ini ditujukan untuk memperkuat sistem demokrasi Indonesia.
"Ya berharap ke depan jumlah partai semakin mengecil," ujar politikus Golkar ini.
Dengan jumlah peserta pemilu yang tak terlalu banyak, maka diharapkan parpol yang lolos ke parlemen, yang berarti juga jumlah fraksi, makin sedikit. Makin sedikit jumlah parpol di parlemen, maka diharapkan pemerintahan yang berjalan tak terlalu gaduh.
"Terkecuali mereka mau menerima gagasan pembatasan jumlah fraksi dengan menggabungkan parpol yang masuk ke parlemen tapi kursinya tidak memadai, untuk menjalankan fungsi-fungsi dewan, mereka menerima untuk bergabung dengan fraksi besar," tuturnya. Berikut daftar partai yang mengikuti Pemilu tahun 2014 :
- Partai NasDem
- Partai Kebangkitan Bangsa*
- Partai Keadilan Sejahtera*
- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan*
- Partai Golongan Karya*
- Partai Gerakan Indonesia Raya*
- Partai Demokrat*
- Partai Amanat Nasional*
- Partai Persatuan Pembangunan*
- Partai Hati Nurani Rakyat*
- Partai Bulan Bintang (No. Urut 14)
- Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (No. Urut 15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar