Menurut Almond dan Verba, dalam bukunya The Civic Culture
(budaya politik kewarganegaraan) menyatakan bahwa ’’ budaya politik merupakan
sikap individu terhadap sistem politik dan komponen-komponennya juga sikap
individu terhadap peranan yang dapat di mainkan dalam sebuah sistem
politik.Kemudian Lary Diamond, ahli politik yang menekuni tentang perkembangan
penelitian mengenai budaya politik seebagai keyakian, sikap, nilai, ide-ide,
sentimen dan dialokasikan evluasi suatu masyarakat tentang sistem politik
nasionalnya dan peran dari masing-masing individu dalam sistem itu.Atau secara
praktis, budaya politik merupakan seperangkat nilai-nilai yang menjadi dasar
para aktor untuk menjalankan tindakan-tindakan dalam ranah politik.
Sistem
Politik sebagai Obyek budaya Politik
- Sistem Politik
Sistem politik: didefinisikan sebagai tindakan yang berhubungan dengan ’’keputusan-keputusan mengikat’’ suatu masyarakat.Unit sistem politik adalah tindakan-tindakan politik.Input dalam bentuk permintaan dan dukungan menjadi masukkan sistem politik.Output dalam bentuk keputusan dan tindakan politik.Jika memuasakan membangkitkan dukungan, dan jika sebaiknya akan melahirkan tuntuan baru.
Sistem politik: didefinisikan sebagai tindakan yang berhubungan dengan ’’keputusan-keputusan mengikat’’ suatu masyarakat.Unit sistem politik adalah tindakan-tindakan politik.Input dalam bentuk permintaan dan dukungan menjadi masukkan sistem politik.Output dalam bentuk keputusan dan tindakan politik.Jika memuasakan membangkitkan dukungan, dan jika sebaiknya akan melahirkan tuntuan baru.
- Sistem politik sebagai obyek budaya politik
oleh David Easton, diberi pengertian sebagai seperangkat interaksi yang diabstrakkan, di mana nilai-nilai dialokasikan terhadap masyarakat.Dengan kata lain, sistem politik merupakan bagian dari sistem sosial yang menjalankan alokasi nilai-nilai (dalam bentuk keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan) yang bersifat otoratif.Untuk menggabarkan cara bekerjanya sistem politik (David Easton) (lihat pada diagram 1)
oleh David Easton, diberi pengertian sebagai seperangkat interaksi yang diabstrakkan, di mana nilai-nilai dialokasikan terhadap masyarakat.Dengan kata lain, sistem politik merupakan bagian dari sistem sosial yang menjalankan alokasi nilai-nilai (dalam bentuk keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan) yang bersifat otoratif.Untuk menggabarkan cara bekerjanya sistem politik (David Easton) (lihat pada diagram 1)
Diagram
Sistem Politik
Permintaan à input keputusan output à dukungan dan tindakan
Keterkaitan budaya politik
dengan sistem politik olehAlmond dan Powell bahwa budaya politk merupakan
’’dimensi psikologi dari sistem politik’’.
Komponen
budaya politik
1. bersifat kognitif
meliputi pengetahuan/pemahaman dan keyakinan-keyakinan individu tentang sistem politik dan atributnya, seperti ibu kota negara, lambang negara, kepala negara, batas-batas negara, mata uang yang dipakai, Pemilu/pemilukada, partai politik, fungsi DPR/DPRD, Partai politik dsb
meliputi pengetahuan/pemahaman dan keyakinan-keyakinan individu tentang sistem politik dan atributnya, seperti ibu kota negara, lambang negara, kepala negara, batas-batas negara, mata uang yang dipakai, Pemilu/pemilukada, partai politik, fungsi DPR/DPRD, Partai politik dsb
2. bersifat afektif: menyangkut perasaan-perasaan
atau ikatan emosional yang dimiliki oleh individu terhadap sistem
politikcontoh: persaan optimis bahwa Pemikada langsung dpat memperoleh kepala
daerah yang lebih berkualitas dan lebih dekat dengan rakyat
3. bersifat evaluatif: mengikuti kapasitas individu dalam rangka
memberikan penilaian terhadap sistem politik yang sedang berjalan dan bagimana
peran indivu di dalamnya.contoh: komitmen untuk mendukung pelaksanaan Pimiluka
langsung sesaui dengan aturan main
Nilai-nilai
budaya politik
sistem politik yang dianut oleh
suatu negara secara sederna dapat digonngkan ke dalam sistem politik demokrasi
dan sistem politik otoriter, maka budaya politik itu dapat bersifat demokratis
dan otoriter. Nilai-nilai budaya politik demokrasi Nilai-nilai budaya politik
otoriter
- Egalitarian - Independesi tinggi Feodal
- Pluralisme - Dependensi yang tinggi
- Terbuka - Penunjukan
- Dialogis - Represif
- Persuasif - Dogmatis
- Pemilihan - Tertutup
- Homogin
- Egalitarian - Independesi tinggi Feodal
- Pluralisme - Dependensi yang tinggi
- Terbuka - Penunjukan
- Dialogis - Represif
- Persuasif - Dogmatis
- Pemilihan - Tertutup
- Homogin
TIPE-TIPE
BUDAYA POLITIK
a. budaya politik parokial
Bahwa individu-individu memiliki pengharapan dan kepedulian yang rendah terhadap pemerintah dan pada umumnya tidak merasa terlibat.Sehingga masyarakat yang bertipe budaya politik parokial dapat pula dikatakan memiliki ciri antara lain tidak memiliki orentasi atau pandangan sama sekali baik berupa pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan penilain (evaluasi) terhadap obyek politik (sistem politik).
Bahwa individu-individu memiliki pengharapan dan kepedulian yang rendah terhadap pemerintah dan pada umumnya tidak merasa terlibat.Sehingga masyarakat yang bertipe budaya politik parokial dapat pula dikatakan memiliki ciri antara lain tidak memiliki orentasi atau pandangan sama sekali baik berupa pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan penilain (evaluasi) terhadap obyek politik (sistem politik).
b.budaya politik subyek
budaya politik subyek jikasuatu masyarkat terdapat frekuansi orintasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan obyek output atau pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
budaya politik subyek jikasuatu masyarkat terdapat frekuansi orintasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan obyek output atau pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
c.budaya politik partisipan
memiliki orientasi terhadap seluruh obyek politik secara keseluruhan (input, output) dan terhadap diri sendiri sebagai aktor politik, ia disamping aktif memberikan masukan atau aktif mempengaruhi pembuatan kebijakan publik (input) juga aktif dalam implementasi atau pelaksanaan kebijakan publik (output)
memiliki orientasi terhadap seluruh obyek politik secara keseluruhan (input, output) dan terhadap diri sendiri sebagai aktor politik, ia disamping aktif memberikan masukan atau aktif mempengaruhi pembuatan kebijakan publik (input) juga aktif dalam implementasi atau pelaksanaan kebijakan publik (output)
PERKEMBANGAN
TIPE BUDAYA POLITIK MENURUT GREERT
a.budaya politik abangan
budaya politik abangan adalah budaya politik masyarakat yang menekankan aspek-aspek animisme atau kepercayaan terhadap adanya roh halus yang dapat mempengaruhi hidup manusia.Semacam PKI dan PNI
budaya politik abangan adalah budaya politik masyarakat yang menekankan aspek-aspek animisme atau kepercayaan terhadap adanya roh halus yang dapat mempengaruhi hidup manusia.Semacam PKI dan PNI
b. budaya politik santri
budaya politik santri adalah budaya masyarakat yang menekankan aspek-aspek keagamaan khususnya agama Islam.Pada masa lalu, kelompoksantri cenderung berafiasai pada partai NU, atau Masyumi.Kini, mereka berafialiasi pada partai seperti PKS, PKB, PPP dan partai berbasis islam lainnya.
budaya politik santri adalah budaya masyarakat yang menekankan aspek-aspek keagamaan khususnya agama Islam.Pada masa lalu, kelompoksantri cenderung berafiasai pada partai NU, atau Masyumi.Kini, mereka berafialiasi pada partai seperti PKS, PKB, PPP dan partai berbasis islam lainnya.
c.budaya politik priayi
budaya politik priayi adalah budaya politik masyarakat yang menekankan keluhuran tradisi.Kelompok priayi sering kali dikontraskan dengan kelompok petani.Pada masa lalu, kelompok masyarakat priyayi berafiliasi dengan partai PNI.Kini, mereka berafiliasi dengan partai Golkar.
budaya politik priayi adalah budaya politik masyarakat yang menekankan keluhuran tradisi.Kelompok priayi sering kali dikontraskan dengan kelompok petani.Pada masa lalu, kelompok masyarakat priyayi berafiliasi dengan partai PNI.Kini, mereka berafiliasi dengan partai Golkar.
Berbagai
Pendapat mengenai Budaya Politik di Indonesia
Secara umum, terdapat tiga macam budaya politik yang
berkembang dalam masyarakat Indonesia yaitu budaya politik tradisional, budaya politik
Islam, dan budaya politik modern.
a.
Budaya politik tradisional
Budaya politik tradisional ialah budaya politik yang
mengedepankan satu budaya dari etnis tertentu yang ada di Indonesia. Sebagai
contoh budaya politik yang berangkat dari paham masyarakat Jawa. Budaya politik
tradisional juga ditandai oleh hubungan yang bersifat patron-klien,
seperti hubungan antara tuan dan pelayannya. Budaya politik semacam ini masih
cukup kuat di beberapa daerah, khususnya dalam masyarakat etnis yang sangat
konservatif. Masyarakat tradisional seperti ini biasanya berafi liasi pada
partai-partai sekuler (bukan partai agama).
b.
Budaya politik Islam
Budaya politik Islam adalah budaya politik yang lebih
mendasarkan idenya pada suatu keyakinan dan nilai agama Islam. Islam di
Indonesia menjadi agama mayoritas. Karenanya, Indonesia menjadi negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia. Hal tersebut menjadikan Islam sebagai
salah satu budaya politik yang cukup mewarnai kebudayaan politik di Indonesia. Orientasi
budaya politik yang mendasarkan pada nilai agama Islam mulai tampak sejak para pendiri
bangsa membangun negeri ini. Budaya politik Islam biasanya dipelopori oleh
kelompok santri. Kelompok ini identik dengan pendidikan pesantren atau
sekolah-sekolah Islam. Kelompok masyarakat Islam terdiri dari dua kelompok,
yaitu tradisional dan modern. Kelompok tradisional biasanya diwakili oleh masyarakat
santri yang berasal dari organisasi NU (Nahdlatul Ulama). Sementara kelompok modern
diwakili oleh masyarakat santri dari organisasi Muhammadiyah. Perbedaan
karakter Islam ini juga turut melahirkan perbedaan pilihan politik. Ini membuat
budaya politik Islam
menjadi tidak satu warna.
c.
Budaya politik modern
Budaya politik modern adalah budaya politik yang mencoba
meninggalkan karakter etnis tertentu atau latar belakang agama tertentu. Pada
masa pemerintahan Orde Baru, dikembangkan budaya politik modern yang
dimaksudkan untuk tidak mengedepankan budaya etnis atau agama tertentu. Pada
masa pemerintahan ini, ada dua tujuan yang ingin dicapai yakni stabilitas
keamanan dan kemajuan.
Ciri-ciri Umum
Budaya Politik di Indonesia
Rusadi Kantaprawira memberikan gambaran tentang ciri-ciri
budaya politik Indonesia,
yaitu:
a.
Konfi gurasi subkultur di Indonesia masih beraneka ragam. Keanekaragaman
subkultur ini ditanggulangi berkat usaha pembangunan bangsa (nation
building) dan pembangunan karakter (character building).
b.
Budaya politik Indonesia bersifat parokial-kaula di satu pihak
dan budaya politik partisipan di lain pihak. Masyarakat bawah masih ketinggalan
dalam menggunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya. Hal tersebut
disebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme,
serta ikatan primordial. Sedangkan kaum elit politik sungguh-sungguh merupakan
merupakan partisipan yang aktif. Hal tersebut dipengaruhi oleh pendidikan
modern.
c.
Sifat ikatan primordial yang masih berurat berakar yang dikenal melalui
indikator berupa sentimen kedaerahan, kesukuan, keagamaan, perbedaan pendekatan
terhadap keagamaan tertentu, puritanisme dan nonpuritanisme, dan lain-lain. Di
samping itu, salah satu petunjuk masih kukuhnya ikatan tersebut dapat dilihat
dari pola budaya politik yang tercermin dalam struktur vertikal masyarakat di
mana usaha gerakan kaum elit langsung mengeksploitasi dan menyentuh substruktur
sosial dan subkultur untuk tujuan perekrutan dukungan.
d.
Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap paternalisme
dan sifat patrimonial. Sebagai indikatornya dapat disebutkan antara lain, sikap
asal bapak senang. Di Indonesia, budaya politik tipe parokial kaula lebih
mempunyai keselarasan untuk tumbuh dengan persepsi masyarakat terhadap objek
politik yang menyandarkan atau menundukkan diri pada proses output dari
penguasa.
e.
Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi (dengan segala konsekuensinya)
dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat.
Faktor Penyebab Berkembangnya Budaya Politik
Budaya politik yang berkembang dalam masyarakat dipengaruhi
oleh beberapa faktor,
antara lain:
a.
Tingkat pendidikan masyarakat sebagai kunci utama perkembangan budaya politik masyarakat.
b.
Tingkat ekonomi masyarakat, yaitu makin tinggi tingkat ekonomi atau
kesejahteraan masyarakat, partisipasi masyarakat pun makin besar.
c.
Reformasi politik/political will, yaitu semangat merevisi dan
mengadopsi sistem politik yang lebih baik.
d.
Supremasi hukum, yaitu adanya penegakan hukum yang adil, independen, dan bebas.
e.
Media komunikasi yang independen, yaitu media tersebut berfungsi sebagai kontrol
sosial, bebas, dan mandiri.
TIPE
BUDAYA POLITIK YANG BERKEMBANG DI INDONESIA
1. sebelum terbentuknya negara
RI adalah kedualatan rakyat Bung Hatta menunjukkan pijkakan budaya demokrasi
itu sebenarnya tidak asing bagi rakyat indonesia, kerna tiga sifat utama yang
dikandungnya, cita-cita rapat, cita-cita protes massa, cita-cita tolong
menolong telah dikenal dalam demokrasi tua di tanah air kita. Sedangkan
Kuntowijoyo (1999) menatakan ada 2 pusaka budaya politik bangsa yaitu afirmatif
(pengukuh kekeuasaan) yang feodalistik yang merupakan tradisi politik BU (BUDI
UTOMO) dan budaya politik critical (pengawas terhadap kekusaan) yang demokratis
sebagai tradisi politik SI (Serikat Islam). Ketegangan antara budaya politik
feodalistik dan budaya demokNGKrasi terlihat dari pendapatnya Soetatmo dan
dr.Tjipto Mangungkusumo.
Soetatmo: melihat dari segi budaya, budaya jawa sejak zaman pergerakan nasional telah mendominasi.
Dr.Tjipto Mangukusumo: melihat dari segi ideal dari kepentingan politik bahwa masyarakat majemuk indonesia lebih tepat dikembangkan sebagai negara kesatuan yang menunung tinggi kemajemukan.Negara yang menunjung tinggi kememukan adalah negara demokratis.
Dengan demikian meskipun dalam masyarakat indonesia sebelum kemedekaan telah memiliki potensi budaya politik demokrasi atau budaya politik partisipan, tetapi juga masih dibarangi dengan kuatnya paham feodalisme.Berkembang tuan dan kauala yang dapat mendorong budaya bertipe parokial kerena masyarakat dikelompokkan atas ’’wong gede’’ dengan ’’wong cilek’’.Solidaritas kelompok yang kuat dapat mendorong peran politik yang berkembang hanya sebatas berorientasi kepada ikat kelompok.
Soetatmo: melihat dari segi budaya, budaya jawa sejak zaman pergerakan nasional telah mendominasi.
Dr.Tjipto Mangukusumo: melihat dari segi ideal dari kepentingan politik bahwa masyarakat majemuk indonesia lebih tepat dikembangkan sebagai negara kesatuan yang menunung tinggi kemajemukan.Negara yang menunjung tinggi kememukan adalah negara demokratis.
Dengan demikian meskipun dalam masyarakat indonesia sebelum kemedekaan telah memiliki potensi budaya politik demokrasi atau budaya politik partisipan, tetapi juga masih dibarangi dengan kuatnya paham feodalisme.Berkembang tuan dan kauala yang dapat mendorong budaya bertipe parokial kerena masyarakat dikelompokkan atas ’’wong gede’’ dengan ’’wong cilek’’.Solidaritas kelompok yang kuat dapat mendorong peran politik yang berkembang hanya sebatas berorientasi kepada ikat kelompok.
2. setelah indonesia merdeka
Ø pada masa demokrasi terpimpin budaya politiknya adaah budaya feodalistik yang mana dengan konsep negara igralistik (satu kesatuan) dengan konsepsi presiden, dengan slogam bahwa semua anggota keluarga harus makan di satu meja dan bekerja di satu meja untuk menganjurkan pembentukan kabinet gorong royong, yang terdiri dari semua partai besar dan mewakili aliran pemikiran nasioalis, Islam, komunis.
Ø Kondisi ini berkelanjutan pada masa orde baru di mana lembaga kepresidenan sangat dominan bahkan ada kesan sakral dari kritik dan kontrol rakyat
Ø Pada masa orde reformasi, dengan amandemen UUD 1945 maka pemgembangan kelembangaan negara tertama atara eksekutif dengan legislatif dikembangkan pada posisi yang sama kuat.Kembagaan negara untuk mendukung negara demokrasi dan negara hukum juga berkembang pesat dewasa ini kit mengenal: MK,KY,Komnas HAM, KPK,OMBUSMAN.
Ø pada masa demokrasi terpimpin budaya politiknya adaah budaya feodalistik yang mana dengan konsep negara igralistik (satu kesatuan) dengan konsepsi presiden, dengan slogam bahwa semua anggota keluarga harus makan di satu meja dan bekerja di satu meja untuk menganjurkan pembentukan kabinet gorong royong, yang terdiri dari semua partai besar dan mewakili aliran pemikiran nasioalis, Islam, komunis.
Ø Kondisi ini berkelanjutan pada masa orde baru di mana lembaga kepresidenan sangat dominan bahkan ada kesan sakral dari kritik dan kontrol rakyat
Ø Pada masa orde reformasi, dengan amandemen UUD 1945 maka pemgembangan kelembangaan negara tertama atara eksekutif dengan legislatif dikembangkan pada posisi yang sama kuat.Kembagaan negara untuk mendukung negara demokrasi dan negara hukum juga berkembang pesat dewasa ini kit mengenal: MK,KY,Komnas HAM, KPK,OMBUSMAN.
PENGERTIAN
SOSILISASI DAN PENGEMBANGAN BUDAYA POLITIK
Pengertian
·
Gabriel A. Almond
Sosialisasi politik menunjukkan pada proses dimana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk, dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
Sosialisasi politik menunjukkan pada proses dimana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk, dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
·
David F. Aberle, dalam
“Culture and Socialization”
Sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku, yang menanamkan pada individu-individu keterampilan-keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan), motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah diantisipasikan (dan yang terus berkelanjutan) sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari.
Sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku, yang menanamkan pada individu-individu keterampilan-keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan), motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah diantisipasikan (dan yang terus berkelanjutan) sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari.
·
Richard E. Dawson dkk.
Sosialisasi politik dapat dipandang sebagai suatu pewarisan pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga negara baru dan mereka yang menginjak dewasa.
Sosialisasi politik dapat dipandang sebagai suatu pewarisan pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga negara baru dan mereka yang menginjak dewasa.
PROSES SOSIALISASI POLITIK
o Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak, presiden dan polisi.
o Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang ekternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
o Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara (pemilu).
o Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini
o Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak, presiden dan polisi.
o Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang ekternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
o Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara (pemilu).
o Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini
SARANA
SOSIALISASI POLITIK
§ Keluarga
§ Sekolah
§ Partai Politik
§ Kelompok bergaul
§ Media massa
§ Perkejaan
§ Kontak-kontak politik langsung
§ Keluarga
§ Sekolah
§ Partai Politik
§ Kelompok bergaul
§ Media massa
§ Perkejaan
§ Kontak-kontak politik langsung
Dalam proses sosialisasi
politik, kedudukan sarana diatas sama pentingya.Besar tidaknya peranan
sanarana-sarana di atas tergantung kepada:
1. tingkat intesitas interaksi antara individu dengan sarana yang ada
2. proses komunikasi yang berlangsung antara individu dengan sarana tadi
3. tingkat penekunan individu yang mengalami proses sosialisasi politik
4. umur individu yang bersangkutan
1. tingkat intesitas interaksi antara individu dengan sarana yang ada
2. proses komunikasi yang berlangsung antara individu dengan sarana tadi
3. tingkat penekunan individu yang mengalami proses sosialisasi politik
4. umur individu yang bersangkutan
Pentingnya Sosilisasi
Pengemngan Budaya Politik
Budaya politik di dalam masyarakat seharusnya mengalami perkembangan kea rah yang lebih baik.Untuk itu, dibutuhkan sebuah strategi di dalam masyarakat agar budaya politiknya dapat berjalan k earah yang lebih baik.
Meneurut Samuel P.HUNTINTNGTON, modernisasi budaya politik ditandai oleh tiga hal, yaitu rasionalsisasi wewnang, difernsiasi struktur, dan perluasan peran serta masyarakat dalam politik.
Budaya politik di dalam masyarakat seharusnya mengalami perkembangan kea rah yang lebih baik.Untuk itu, dibutuhkan sebuah strategi di dalam masyarakat agar budaya politiknya dapat berjalan k earah yang lebih baik.
Meneurut Samuel P.HUNTINTNGTON, modernisasi budaya politik ditandai oleh tiga hal, yaitu rasionalsisasi wewnang, difernsiasi struktur, dan perluasan peran serta masyarakat dalam politik.
1. sikap politik yang rasional
dan otonom di dalam masyarakat
dengan sikap ini masyarakat tidak lagi memilih satu pilihan pilihan politik berdasarkan apa yang dipilih oleh pemimpinnya, baik pemimmpin agama maupun pemimpin adat.masyarakat memilih karena pemilihannya sendiri berdasarkan penilaian untuk masa depan yang lebih baik.ia tidak lagi memilih dengan gaya dengan gaya pilihan yang bersikap ikut-ikutan.
dengan sikap ini masyarakat tidak lagi memilih satu pilihan pilihan politik berdasarkan apa yang dipilih oleh pemimpinnya, baik pemimmpin agama maupun pemimpin adat.masyarakat memilih karena pemilihannya sendiri berdasarkan penilaian untuk masa depan yang lebih baik.ia tidak lagi memilih dengan gaya dengan gaya pilihan yang bersikap ikut-ikutan.
2. difensiasi struktur
maksudnya, sudah ada spesifikasi tugas yang perlu dilakukan.Dalam situasi ini, seseorang tidak lagi mengerjakan semua hal, misalnya, sebagai pemimpin agama dan juga sebagai politik.Bila dua tugas ini masih menyatu dalam satu orang atau satu institusi, berarti belum terjadi diferensiasi struktur di dalamnya. Dalam budaya politik yang modern, diferensiasi ini justru semekin jelas.
maksudnya, sudah ada spesifikasi tugas yang perlu dilakukan.Dalam situasi ini, seseorang tidak lagi mengerjakan semua hal, misalnya, sebagai pemimpin agama dan juga sebagai politik.Bila dua tugas ini masih menyatu dalam satu orang atau satu institusi, berarti belum terjadi diferensiasi struktur di dalamnya. Dalam budaya politik yang modern, diferensiasi ini justru semekin jelas.
3. perluasan peran serta
politik di dalam masyarakat
masyarakat semakin sadar atau melek politik.Mereka menyadari bahwa pilihan politik yang mereka ambil akan menentukan nasib mereka ke depan.
Bila ketiga indikator budaya politik ini sudah berkembang di dalam masyarakat maka budaya politik yang demokratis menemukan esensinya.Menurut Almond dan Verba, budaya politik demokratis merupakan gabungan dari budaya politik partisipan, subyek, dan parokial.
masyarakat semakin sadar atau melek politik.Mereka menyadari bahwa pilihan politik yang mereka ambil akan menentukan nasib mereka ke depan.
Bila ketiga indikator budaya politik ini sudah berkembang di dalam masyarakat maka budaya politik yang demokratis menemukan esensinya.Menurut Almond dan Verba, budaya politik demokratis merupakan gabungan dari budaya politik partisipan, subyek, dan parokial.
BUDAYA POLITIK DI NEGARA LAIN
Dalam The Civic Culture, Almond dan Verba mengemukakan hasil survei silang nasional (cross-national) mengenai kebudayaan politik. Penelitian mereka menyimpul¬kan bahwa masing-masing kelima negara yang ditelitinya, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko, mempunyai kebudayaan politik tersendiri.
ü Amerika dan Inggris dicirikan oleh penerimaan secara umum terhadap sistem politik, oleh suatu tingkatan partisipasi politik yang cukup tinggi dan oleh satu perasaan yang meluas di kalangan para responden bahwa mereka dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa sampai pada satu taraf tertentu.
ü Tekanan lebih besar diletakkan orang-orang Amerika pada masalah partisipasi,
ü sedangkan orang Inggris memperlihatkan rasa hormat yang lebih besar terhadap pemerintahan mereka. Kebudayaan politik dari
ü Jerman ditandai oleh satu derajat sikap yang tidak terpengaruh oleh sistem dan sikap yang lebih pasif terhadap partisipasinya. Meskipun demikian, para respondennya merasa mampu untuk mempengaruhi peristiwa-peristiwa tersebut.
ü Sedangkan di Meksiko merupakan bentuk campuran antara penerimaan terhadap teori politik dan keterasingan dari substansinya.
Dalam The Civic Culture, Almond dan Verba mengemukakan hasil survei silang nasional (cross-national) mengenai kebudayaan politik. Penelitian mereka menyimpul¬kan bahwa masing-masing kelima negara yang ditelitinya, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko, mempunyai kebudayaan politik tersendiri.
ü Amerika dan Inggris dicirikan oleh penerimaan secara umum terhadap sistem politik, oleh suatu tingkatan partisipasi politik yang cukup tinggi dan oleh satu perasaan yang meluas di kalangan para responden bahwa mereka dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa sampai pada satu taraf tertentu.
ü Tekanan lebih besar diletakkan orang-orang Amerika pada masalah partisipasi,
ü sedangkan orang Inggris memperlihatkan rasa hormat yang lebih besar terhadap pemerintahan mereka. Kebudayaan politik dari
ü Jerman ditandai oleh satu derajat sikap yang tidak terpengaruh oleh sistem dan sikap yang lebih pasif terhadap partisipasinya. Meskipun demikian, para respondennya merasa mampu untuk mempengaruhi peristiwa-peristiwa tersebut.
ü Sedangkan di Meksiko merupakan bentuk campuran antara penerimaan terhadap teori politik dan keterasingan dari substansinya.
MEMAMPILKAN PERAN SERTA BUDAYA PARTISIPAN
warga negara yang berbudaya
politik partisipan digmbarkan oleh Gabreal dan Almond sebagai suatu bentuk
kultur di mana anggota-anggota masyarakat cenderung diorentasikan secara
eksplisit terhadap sistem sebagai keseluruhan terhadap struktur dan proses
politik serta admistratif, dengan kata lain terhadap
input dan utput dari sistem politik itu. Bebrapa sifat esensial yang dinilai dapat mewujudkan kepribadian yang demokratis, antara lain:
Menurut Laswell kepribadian demokratis meliputi:
a. sikap hangat terhadap orang lain
b. menerima nilai-nilai bersama orang lain
c. memiliki sederatan luas mengenai nilai-nilai
d. menaruh kepercayaerhadap lingkungan
e. memiliki kebebesan yang sifatnya relatif kecemasan
Oleh karena itu sifat-sifat yang akan menjadi kendala bagi perwujudan warga negara yang demokratis perlu dihindari. Sifat-sifat tersebut antara lain:
1. konservatif: yaitu suatu sikap yang mengarah pada pembentukan sikap tertutup maupun sikap ekstrim
2. otoriter: perlu dihindari karena kebribadian yang bertentangan dengan kebribadian demokratis contih: pendapat-pendapat mereka mudah dibentuk oleh sentimen
3. budaya politik subyek: berupa adanya pengkuan dan kepatuhan kepada pemerintah tanpa pelibatan urusan pemerintah harus dihindari karena hanyaa menjadi subyek yang pasif.Padahal yang diharapakan masyarakat/negara yang demokratis adalah subyek yang aktif
4. berbudya politik parokial: tidak peduli trhadap sistem politiknya
5. stone citizen dan sponge citizen
stone citizen: yaitu sukar merima pendapat orang lain dan sukar mengemukkan pendapatnya sendiri
sponge citezen termasuk kelompok busa, di mana ia mau menerima pendapat orang lainn, dia aktif berpastisipasi, tetapi ia sukar mengemukkan idea, pendapat atas isiaitif sendiri (Nu’man somantri)
input dan utput dari sistem politik itu. Bebrapa sifat esensial yang dinilai dapat mewujudkan kepribadian yang demokratis, antara lain:
Menurut Laswell kepribadian demokratis meliputi:
a. sikap hangat terhadap orang lain
b. menerima nilai-nilai bersama orang lain
c. memiliki sederatan luas mengenai nilai-nilai
d. menaruh kepercayaerhadap lingkungan
e. memiliki kebebesan yang sifatnya relatif kecemasan
Oleh karena itu sifat-sifat yang akan menjadi kendala bagi perwujudan warga negara yang demokratis perlu dihindari. Sifat-sifat tersebut antara lain:
1. konservatif: yaitu suatu sikap yang mengarah pada pembentukan sikap tertutup maupun sikap ekstrim
2. otoriter: perlu dihindari karena kebribadian yang bertentangan dengan kebribadian demokratis contih: pendapat-pendapat mereka mudah dibentuk oleh sentimen
3. budaya politik subyek: berupa adanya pengkuan dan kepatuhan kepada pemerintah tanpa pelibatan urusan pemerintah harus dihindari karena hanyaa menjadi subyek yang pasif.Padahal yang diharapakan masyarakat/negara yang demokratis adalah subyek yang aktif
4. berbudya politik parokial: tidak peduli trhadap sistem politiknya
5. stone citizen dan sponge citizen
stone citizen: yaitu sukar merima pendapat orang lain dan sukar mengemukkan pendapatnya sendiri
sponge citezen termasuk kelompok busa, di mana ia mau menerima pendapat orang lainn, dia aktif berpastisipasi, tetapi ia sukar mengemukkan idea, pendapat atas isiaitif sendiri (Nu’man somantri)
Perkembangan
sosialisasi politik
Perkembangan sosialisasi politik diawali pada masa
kanak-kanak atau remaja. Tahap lebih awal dari belajar politik mencakup
perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan, seperti keterikatan kepada
sekolah-sekolah mereka, bahwa mereka berdiam di suatu daerah tertentu. Anak
muda mempunyai kepercayaan pada keindahan negerinva, kebaikan serta kebersihan rakyatnya.
Pemahaman ini diikuti oleh simbol-simbol otoritas umum, seperti polisi,
presiden, dan bendera nasional. Pada usia sembilan dan sepuluh tahun timbul
kesadaran akan konsep yang lebih abstrak, seperti pemberian suara, demokrasi,
kebebasan sipil, dan peranan warga negara dalam sistem politik.
Peranan keluarga dalam sosialisasi politik sangat penting.
Seorang anak mempunyai gambaran yang sama mengenai ayahnya dan presiden selama
bertahun-tahun di sekolah awal. Keduanya dianggap sebagai tokoh kekuasaan.
Easton dan Dennis mengutarakan ada 4 (empat) tahap dalam proses sosialisasi
politik dari anak, yaitu:
a.
Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak,
presiden, dan polisi.
b.
Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang eksternal, yaitu
antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
c.
Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti
kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara (pemilu).
d.
Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang
terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini. Di
Rusia dilakukan suatu penelitian secara khusus untuk menyelidiki nilai-nilai
pengasuhan anak yang memengaruhi sosialisasi politiknya.
Nilai-nilai tersebut adalah:
1.
Tradisi; terutama agama, tetapi juga
termasuk ikatan-ikatan kekeluargaan dan tradisi pada umumnya
2.
Prestasi; meliputi ketekunan,
pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran material mobilitas sosial.
3.
Pribadi; meliputi kejujuran, ketulusan,
keadilan, dan kemurahan hati.
4.
Penyesuaian diri; yaitu bergaul dengan baik,
menjauhkan diri dari kericuhan, menjaga keamanan dan ketenteraman.
5.
Intelektual; belajar dan pengetahuan sebagai
tujuan.
6.
Politik; sikap-sikap, nilai-nilai, dan
kepercayaan berkaitan dengan pemerintahan.